cme

Loading

Kamis, 30 Januari 2014

diare pada balita

PERILAKU PENCEGAHAN DIARE ANAK BALITA DI WILAYAH BANTARAN KALI
KELURAHAN BATARAGURU KECAMATAN WOLIO KOTA BAU-BAU
Behavioral Prevention Of Childhood Diarrhea In River Banks of
Bataraguru Village District Wolio Bau-Bau

Nasili, Ridwan M.Thaha, Arifin Seweng

PENDAHULUAN
Terjadinya diare pada balita tidak terlepas dari peran faktor perilaku yang menyebabkan penyebaran kuman enterik terutama yang berhubungan dengan interaksi perilaku ibu dalam mengasuh anak dan faktor lingkungan dimana anak tinggal. Faktor perilaku yang menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan resiko terjadinya diare yaitu tidak memberikan ASI ekslusif secara penuh pada bulan pertama kehidupan, memberikan susu formula dalam botol bayi, penyimpanan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan pada saat memasak, makan atau sebelum menyuapi anak atau sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja tinja anak, dan tidak membuang tinja dengan benar. Faktor lingkungan yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Keduanya faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia (Depkes RI, 2009)
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini menggunakan desain kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Lokasi penelitian di wilayah bantaran kali kelurahan Bataraguru, dengan pertimbangan adanya permasalahan kebersihan dan kesehatan, heterogenitas kesukuan, jumlah balita, serta kasus diare yang banyak. Informan penelitian adalah Ibu rumah tangga yang mempunyai anak pernah menderita diare sebanyak8 orang ibu.Pengambilan informan dilakukan metode snow ball sampling.Teknik pengumpulan datamelalui wawancara mendalam dan observasi dengan menggunakan instrumen pedoman wawancara dan catatan observasi. Analisa data diawali pengumpulan data, mereduksi data (data etik) dengan membuat koding dan kategori, penyajian data/data emik dan penarikan kesimpulan/konsep.Penyajian data yang ditampilkan dalam bentuk kuotasi. 
HASIL
1.
Perilaku penencegahan diare anak balita dalam pemberian ASI/MP-ASI
Dari hasil penelitian semua informan sudah memberi ASI anaknya sejak lahir namun lama pemberian ASI masih kurang dari dua tahun, seperti pada hasil wawancara dan observasi berikut ini :
“Ya..... air susu ibu yang berisi makanan buat bayi, saya beri ASI sejak lahir sampai usia 6 bulan, tapi anak hanya 1 bulan kasih ASI karena air susuku kurang maka saya beri susu botol....”
Observasi :
Ibu terlihat tidak lagi memberi ASI anaknya
Ibu terlihat memberi susu botol 
PEMBAHASAN
1.Perilaku pencegahan diare anak balita dalam pemberian ASI/MP-ASI
Peningkatan kualitas anak kedepan salah satunya sangat dipengaruhi aspek pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif.Seperti pada hasil penelitian ini bahwa informan kurang mengetahui tentang ASI tetapi semua informan sudah memberi ASI anaknya sejak lahir namun lama pemberian ASI masih kurang dari dua tahun tidak sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangan anak.
KESIMPULAN
1.Perilaku pencegahan diare anak balita dalam pemberian ASI/MP - ASI bahwa semua informan memberi ASI kurang dari usia dua tahun dan memberi makan anak pertama kali sejak usia 10 hari tidak sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangan anak .Informan sebelum memberi ASI anaknya terlebih dahulu membersihkan buah dada dengan menggunakan air hangat sedangkan MP -ASI dimasak atau mem akai air panas.
SARAN
1.Perlu penyeb aran informasi dari petugas promosi kesehatan tentang pemberian ASI yang dilakukan secara terprogram dan kontinyu secara tepat sehingga membentuk perilaku yang positif dan memberi informasi beberapa kebiasaan yang salah dari para ibu dalam memberikan Makanan Pendamping (MP) ASI pada bayinya yang disinyalir sebagai pemicu kurangnya peran ibu dalam mengoptimalkan pemberian ASI pada bayinya.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi (2001).Peranan Air dalam Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat. Penerbit Buku Kompas. Jakarta
Amirudin Ridwan, (2006).Promosi Susu Menghambat Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi 6-11 bulandi Kel.Pa’Baeng-Baeng Tahun 2006.
http://ridwanamirrudin.wordpress.com.
Bahar, B., (2000). Pengaruh Pengasuhan Terhadap Pertumbuhan Anak, Pengamatan Longitudinal pada Anak Etnik Bugis Usia 0-12 Bulan di Barru, Disertasi tidak diterbitkan, Surabaya : PPSUNAIR.
untuk keterangan lebih lanjut silahkan download disini

obesitas pada remaja

OBESITAS DAN HsCRP PADA REMAJA MAHASISWA BARU
DI UNIVERSITAS HASANUDDIN
 
 
 
OBESITY AND HsCRP CONTENT AMONG NEW STUDENTS
ADOLESCENT AT HASANUDDIN UNIVERSITY
 
Iriyani Harun, Veni Hadju, Nurpudji A Taslim
 
PENDAHULUAN
Obesitas menjadi masalah di seluruh dunia karena prevalensinya yang meningkat pada orang dewasa maupun remaja baik di negara maju maupun di negara berkembang. Prevalensi overweight dan obesitas meningkat sangat tajam di kawasan Asia Pasifik. Sebagai contoh, 20,5% dari penduduk Korea Selatan tergolong overweight dan 1,5% tergolong obes. Di Thailand, 16% penduduknya mengalami overweight dan 4% mengalami obes. Di daerah perkotaan Cina, prevalensi overweightadalah 12,% pada laki-laki dan 14,4% pada perempuan, sedang di daerah pedesaan prevalensi overweight pada laki - laki dan perempuan masing-masing adalah 5,3% dan 9,8%. (Vishuda, 2001)
 
BAHAN DAN METODE
Lokasi Penelitian 
Penelitian ini dilakukan di Universitas Hasanuddin dengan melibatkan mahasiswa baru tahun akademik 2012/2013
Desain dan Variabel Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah analitik dengan desain cross-sectional study.Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kadar hsCRP ( High Sensitivity C Reactive Protein ), sedangkan variabel independen adalah IMT (Ideks Massa Tubuh ), lingkar pinggang dan persen lemak tubuh. 
 
HASIL
Status Obesitas dan Kondisi Lemak Tubuh
Tabel1 memperlihatkan bahwa terdapat (64,5%) responden yang mengalami obesitas berdasarkan pengukuran IMT dan yang normal sebesar (35,5%), sedangkan (66,1%) yang meng alami obesitas berdasarkan lingkar perut dan yang normal sebesar (33,5%). Dilihat dari kondisi lemak tubuh berdasarkan hasil pengukuran BIA ( Bioelectric Impedance Analysis) terdapat (64,5%) yang mengalami overfat dan yang normal sebesar (35,5%)
 
PEMBAHASAN
Penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan kondisi obesitas terhadap kadar hsCRP ( High Sensitivity C Reactive Protein) pada remaja. Hasil dari pemeriksaan ini cukup bervariasi, dari total 62 responden maka didapatkan 24,2% yang mempunyai risiko tinggi, 38,7% risiko sedang dan 37,1% yang berisiko rendah. Sebuah penelitian cross sectional study di India menyatakan bahwa kadar hsCRP tinggi ( > 3 mg/l) mengindikasi terjadinya sindrom metabolik, oleh karena itu hsCRP dapat menjadi alat untuk mempr ediksi risiko sindrom metabolik (Anubha Ma hajan, 2012)

KESIMPULAN DAN SARAN
Kadar hsCRP remaja obesitas lebih berisiko dibanding remaja yang tidak obesitas,ada hubungan positif bermakna antara lingkar pinggang (LP) dengan kadar hsCRP pada remaja obesitas, dimana berisiko sebanyak 7 kali lebih besar peluangnya untuk meningkatkan kadar hsCRP, selain itu IMT juga mempunyai hubungan positif bermakna antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kadar hsCRP pada remaja obesitas dengan risiko sebanyak 6 kali terjadi peningkatan hsCRP dan persen lemak tubuh juga ber hubungan positif bermakna antara dengan kadar hsCRP dengan risiko 6 kali lebih besar terhadap peningkatan hsCRP.
 
DAFTAR PUSTAKA
Anubha Mahajan, Alok Jaiswala, Rubina Tabassuma, Avijit Poddera, Saurabh Ghoshb, S.V.
Madhuc, Sandeep K. Mathurd
, Nikhil Tandone, Dwaipayan Bharadwaja.(2012).
Elevated Levels of C-Reactive Protein as a Risk Factor for Metabolic Syndrome
in Indians.
Journal homepage:
www.elsevier.com/locate/atherosclerosis.
Atherosclerosis 220 (2012) 275–281Depkes RI,(2011).
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.Riset Kesehatan Dasar2011.Jakarta: Balitbangkes
Fatma G. Huffman, Suzanne Whisner, Gustavo G. Zarini and Subrata Nath.(2010).
Waist Circumference and BMI in Relation to Serum High Sensitivity C -ReactiveProtein (hs-CRP) in Cuban Americans With and Without Type 2 Diabetes.Article. Int. J. Environ. Res. Public Health2010,7, 842-852;doi:10.3390/ijerph7030842
Festa, A, R. D'Agostino Jr, K. Williams, A.J. Karter, E.J. Mayer Davis, R.P. Tracy, et al.
(2001).The Relation of Body Fat Mass and Distribution to Markers of Chronic
Inflammation.International Journal of Obesity and Related Metabolic Disorders
25: 1407–1415.
 
untuk keterangan lebihlanjut silahkan download disini
.

Rabu, 29 Januari 2014

efektivitasbparasetamol dengan tramadol

Perbedaan Efektivitas Parasetamol Oral Dengan Tramadol
Oral Sebagai Tatalaksana Nyeri Pasca Operasi Transurethral
Resection of The Prostate


Differences Effectiveness With Tramadol Acetaminophen Oral

Oral For Post-Surgical Pain Management of Transurethral

Resection of the Prostate
oleh: Ismail Muhammad, Alvarino, Nasman Puar, Hafni Bachtiar
Pendahuluan
Transurethral Resection of The Prostate (TURP) merupakan tindakan operasi endoskopi yang pertama dikembangkan di Amerika Serikat pada tahun 1920-an dan 1930-an dan sudah menjadi standar baku sampaisaat ini untuk penatalaksanaan pembesaran kelenjar prostat jinak yang memerlukan tindakan bedah. Nyeri merupakan salah satu gejala yang sering timbul pasca bedah dimana melibatkan empat proses fisiologis :transduction,transmission,modulation dan perception. Nyeri pasca operasi TURP disebabkan karena trauma (reseksi jaringan prostat), iritasi foley kateter dan traksi kateter pasca TURP pada luka operasi

Metode Penelitian
Merupakan penelitian eksperimental yang dilakukan dalam waktu 3 bulan di RSUP Dr. M. Djamil dengan melibatkan 30 orang pasien yang didiagnosa BPH dan memenuhi kriteria inklusi. Peneli tian ini dibagi dua kelompok yaitu kelompok I diberikan parasetamol oral 500 mg dan kelompok II diberikan tramadol oral 50 mg sebagai tatalaksana nyeri pasca TURP.
Hasil Penelitian
Tabel 1. Nilai VAS pada 3 jam pasca spinal anastesi . pemakaianparasetamol oral 500 mg rata-
rata nilai VAS 3 jam pasca spinal anastesia adalah 0,6267 cm dan standar deviasi 0,50493 cm, sedangkan dengan pemakaian tramadol oral 50 mg rata – rata nilai VAS 3 jam pasca spinal anastesia adalah 0,6400 cm dan standar deviasi 0,59618 cm. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,948. Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan intensitas nyeri yang signifikan pada kedua kelompok.

Pembahasan
Nyeri merupakan salah satu gejala yang sering timbul pasca bedah termasuk pasca TURP. Nyeri pasca TURP diakibatkan karena reseksi jaringan prostat, iritasi foley kateter dan traksi kateter pada luka operasi TURP.
 Laporan tentang nyeri pasca TURP dan tatalaksananya masih sangat sedikit diperoleh dari publikasi.


Kesimpulan.
Parasetamol 500 mg oral versus tramadol 50 mg oral memiliki efektifitas yang sama dalam mengatasi nyeri pasca operasi TURP dengan intensitas nyeri ringan yang dilakukan dalam teknik spinal anesthesia. Tidak ada perbedaan bermakna kejadian mual dan alergi pada pemberian pa racetamol oral 500 mg atau tramadol oral 50 mg pasca TURP.
DaftarPustaka
1.Wein. A J. Kavoussi,L R.et al. Campbell-Walsh urology.—10th ed. International edition. Philadelphia, Pennsylvania. Tahun 2012.Hal: 56-60
2.Kevin T. McVary. Management of benignprostatic hypertrophy.NorthwesternUniversity Feinberg School of Medicine,Chicago.Tahun 2004
3.Kirk R. M. MSFCS, Ribbans W. J,FRCSFRCS Ed orth―Clinical Surgery in General,RCS Course Manual‖ The Royal FreeHospital, London / UK, Northampton GeneralHospital, Northampton, UK. Fourth EditionTahun 2004, Hal: 357-369.
untuk keterangan lebih lanjut silahkan download disini

riwayat miopia

HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT PENYAKIT MIOPIA DI KELUARGA
DAN LAMA AKTIVITAS JARAK DEKAT DENGAN KEJADIAN MIOPIA
PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS TANJUNGPURA ANGKATAN 2010-2012


ASSOCIATION OF PARENTAL MYOPIA AND TIME SPENT IN NEAR-WORK WITH MYOPIA IN MEDICAL STUDENT FACULTY OFMEDICINE TANJUNGPURA UNIVERSITY GRADE 2010-2012

Melita Perty Arianti
dr. Moh. Iqbal, Sp. M, M.Kes
Agustina Arundina, SGz, MPH
PENDAHULUAN
Miopia adalah suatu kelainan mata dimana sinar sejajar yang datang dari
jarak tidak terhingga akan dibiaskan di depan retina. Faktor resiko yang paling nyata adalah berhubungan dengan aktivitas jarak dekat, seperti membaca, menulis, menggunakan komputer dan bermain video game.Selain aktivitas, miopia juga berhubungan dengan genetik. Anak dengan orang tua yang miopia cenderung mengalami miopia. Prevalensi miopiapada anak dengan kedua orang tua miopia adalah 32,9%, sedangkan 18,2% pada anak dengan salah satu orang tua yang miopia dan kurang dari 6,3% pada anak dengan orang tua tanpa miopia.

Metodologi: 
Penelitian analitik observasional jenis potong lintang (cross-sectional). Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa PSPD FK Untan angkatan 2010-2012, yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi, dengan jumlahsebanyak 70 orang. Data diolah dengan uji Chi-squaredengan p<0,05.Hasil dan pembahasan: 
Jumlah subjek penelitian adalah 70 orang, 44 (62,9%)mengalami miopia dan 26 (37,1%) diantaranya tidak mengalami miopia.Berdasarkan hasil analisis didapatkan nilai p bermakna untuk riwayat miopiadikeluarga (p=0,010) dengan kejadian miopia. Tidak terdapat hubungan secara statistic antara membaca buku pelajaran (p=0,961), membaca untuk hobi (p=nilaikonstan), menulis(p=0,298), menggunakan laptop, handphone, dan bermainvideo game (p=0,940), menonton televisi (p=0,701) dengan kejadian miopia.
Kesimpulan
Terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat miopia dikeluarga dengan kejadian miopia pada mahasiswa PSPD angkatan 2010-2012.Tidak terdapat hubungan bermakna anatara lama aktivitas jarak dekat dengankejadian miopia pada mahasiswa PSPD angkatan 2010-2012.
DAFTAR PUSTAKA
1.Ilyas S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. 3rded. Jakarta: Balai PenerbitFKUI; 2008
2.Tan, D T H. The Future is Near :Focus on myopia. Singapore Med J [Internet]. 2004 [cited 2012 Jan 8] Vol 45(10) : 451-453. Availablefrom:http://www.sma.org.sg/smj/4510a1.pdf&ei
 
untuk keterangan lebih lanjut silahkan download disini

manfaat koperasi

PELAYANAN DAN MANFAAT KOPERASI,SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PARTISIPASI ANGGOTA
(Suatu Kasus pada Koperasi Produsen Tahu Tempe Kabupaten Tasikmalaya)
Oleh:A Jajang W. Mahri
pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah
Koperasi merupakan gerakan ekonomi rakyat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dengan melandaskan kegiataannya pada prinsip-prinsip Koperasi. Sebagai gerakan, Kope-rasi
menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan dan kerja sama antar anggotanya yang sangat diperlu-kan untuk
mewujudkan tujuan utamanya, yaitu meningkatkan kesejahteraan para anggotanya dan kemakmuran
masyarakat. 
untuk informasi lebih lanjut download disini
 
Kandungan Kimia Tembakau dan Rokok

Chemical Compound of Tobacco and Cigarette
Samsuri Tirtosastro
A. S. Murdiyati
PENDAHULUAN
DENTIFIKASI komponen kimia tembakau telah dilakukan secara intensif selama lebih dari 50 tahun atau sejak pernyataan Kozak pada tahun 1954 dalam Adam, 2006 yang menyebutkan sekitar 100 komponen kimia ada pada asap rokok, dan dinyatakannya bahwa asap rokok mengandung bahan berbahaya bagi kesehatan. Dari hasil analisis terakhir, dinyatakan bahwa terdapat 2.500 komponen kimia pada tembakau yang siap dibuat rokok,yaitu tembakau yang telah selesai proses fermentasi (aging) selama 13 tahun.

Kesimpulan
1.Kandungan kimia tembakau yang sudah
teridentifikasi jumlahnya mencapai 2.500
komponen, sedangkan dalam asap terda-pat 4.800 macam komponen.
Saran
1.Seyogyanya smoking machine dimiliki oleh pemerintah daerah dalam jumlah cukup,sehingga semua rokok dan produk temba-kau dapat diketahui kandungannya sebe-lum dipasarkan .
DAFTAR PUSTAKA
Adam, T.2006.Investigation of tobacco pyrolysisgases and puff-by-puff resolved cigarettesmoked by single photon ionization (SPI)-time-of-flight mass spectrometry (TOFMS).Disertasi Technischen Universitat, Munchen.
untuk keterangan lebih lanjut download disini

cara menularnya HIV

HUBUNGAN ANTARA PEMAHAMAN TENTANG HIV/AIDS
DENGAN KECEMASAN TERTULAR HIV/AIDS PADA WPS (Wanita Penjaja Seks)
LANGSUNG DI CILACAP

RELATIONSHIP BETWEEN PEMAHA MAN ON HIV / AIDS ANXIETY INFECTED WITH HIV/AIDS IN WPS (sex workers ) LIVE IN CILACAP

Rossy Anurmalasari, Karyono, Kartika Sari Dewi
PENDAHULUAN
Perkembangan HIV/AIDS menunjukkan lonjakan yang sangat tinggi. Bahkan banyak orang
yang meninggal karena AIDS. HIV/AIDS tidak hanya menyerang mereka yang tinggal
di kota besar,akan tetapi sekarang sudah merambah ke daerah-daerah seperti di
Kabupaten Cilacap. Dalam perkembangannya jumlah penderitaHIV/AIDS di Kabupaten
Cilacap semain meningkat, bahkan wilayah tersebut diklaim memiliki daerah resiko tinggi.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Berdasarkan tujuannya, penelitian ini adalah penelitian korelasi onal karena mencari hubungan antara dua variabel. Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah purposive sampling , yaitu pemilihan kelompok subyek didasa rkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2004, h.186). Hal tersebut didukung oleh Winarsunu (2004, h.15) yang menjelaskan bahwa teknik sampel purposif dikenakan pada sampel yang karakteristiknya sudah ditentukan dan diketahui lebih dulu berdasarkan ciri dan sifat populasinya. 

PEMBAHASAN
Hasil yang diperoleh dari pengujian hipotesis menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara Pemahaman Tentang HIV/AIDS dengan Kecemasan Tertular HIV/AIDS yang dit unjukkan dengan koefisien korelasi 0,515 dan signifikansi 0,000 (p<0,05). Angka positif pada korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara Pemahaman Tentang HIV/AIDS dengan Kecemasan Tertular HIV/AIDS
HASIL
Tabel 1 berikut ini memaparkan hasil korelasi antara pemahaman tentang HIV/AIDS dengan kecemasa
n tertular HIV/AIDS
SIMPULAN
1.Terdapat hubungan yang signifikan p= 0,000 (p<0,05) antara PemahamanTentang HIV/AIDS dengan Kecemasan Tertular HIV/AIDS pada WPSLangsung di Cilacap, dengan rxy= 0,515 yang artinya ada hubungan positifantara Pemahaman Tentang HIV/AIDS dengan Kecemasan TertularHIV/AIDS, sehingga hipotesis penelitianyang menyatakan ada hubungan positif antara Pemahaman Tentang HIV/AIDS dengan Kecemasan TertularHIV/AIDS diterima. 
SARAN
1.Subjek
Subjek yang merupakan WPS Langsung di Cilacap pada dasarnyabanyak memiliki pengetahuan tentang HIV/AIDS. Namun persepsi yangsalah terhadap pengetahuan HIV/AIDS akan membuat subjek memiliki
pemahaman yang salah tentang HIV/AIDS. Disarankan subyek meningkatkan motivasinya untuk lebih rutin dan aktif mengikuti PE dan penyuluhan yang diadakan LSM maupun Dinas Kesehatan agar pengetahuan tentang HIV/AIDS yang di peroleh benar dan tepat sehingga akan meningkatkan pemahaman tentang HIV/AIDS.
 
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson dkk. 1996.Pengantar Psikologi Edisi Kedelapan Jilid 2. Jakarta : PenerbitErlangga.
Atwater, Easwood. 1983.Psychology Of Adjusment Personal Growth In A Changing World. New Jersey : Prentice-Hall Inc.
 
untuk keterangan lebih lanjut DOWNLOAD DISINI

Rabu, 15 Januari 2014

PENGGUNAAN KAPSUL VITAMIN A DOSIS TINGGI SECARA AMAN

Suplementasi Vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau lebih rendah) yang dilakukan secara berkala kepada anak, dimaksudkan untuk menghimpun cadangan Vitamin A delam hati, agar tidak terjadi kekurangan vitamin A dan akibat buruk yang ditimbulkannya, seperti xeroptalmia, kebutaan dan kematian. Cadangan vitamin A dalam hati ini dapat digunakan sewaktu-waktu bila diperlukan.
Pemberian kapsul vitamin A 200.000 SI kepada anak usia 1-5 tahun dapat emberi perlindungan selama 6 bulan, tergantung berapa banyak vitamin A dari makanan sehari-hari dikonsumsi oleh anak dan penggunaannya dalam tubuh.
TANYA JAWAB TENTANG HIPERVITAMINOSIS VITAMIN A
1.a. Apakah kapsul vitamin A 200.000 SI berbahaya bila diberikan kepada anak umur 1 tahun yang telah cukup mengkonsumsi makanan-makanan sumber vitamin A ?
Tidak. Pada anak-anak, dosis tunggal vitamin A 200.000 SI masih dibawah maksimum daya simpan hati. Kira-kira 50 % dari dosis yang akan disimpan dalam tubuh anak.
1.b Apakah pemberian itu justru akan menolong?
Ya, untuk mencegah kekurangan vitamin A dan akibat-akibatnya termasuk xeroftalmia dan meningkatnya kemaian, sekiranya masukan suplai vitamin A melalui makanan menurun oleh karena berkurangnya nafsu makan, karena sakit. Setelah beberapa waktu menderita kekurangan vitamin A dan/atau menderita penyakit infeksi, cadangan vitamin A yang ada dalam hati cepat sekali terkuras
2.a. Jika seorang anak umur 1 tahun telapak tangannya kekuning-kuningan apakah ini tanda kebanyakan karoten ?
Hal itu merupakan suatu kemungkinan, tetapi sangat jarang terjadi, bahwa pada umur tersebut seorang anak dapat/akan mengkonsumsi karoten dalam jumlah yang dapat menyebabkan perubahan warna kulit.
2. Apakah kapsul vitamin A dosis 200.000 SI membahayakan?
Tidak. Suplemen kapsul vitamin A dosis tunggal 200.000 SI tidak akan membahayakan, meskipun konsumsi karoten anak tersebut telah tinggi. Hypervitaminosis tidak disebabkan karena kebanyakan konsumsi karotenoid, terutama sekali karena rendahnya tingkat konversi karotenoid menjadi vitamin A.
Catatan :
Ada berbagai bentuk vitamin A. Bentuk jadi vitamin A (retinol) terdapat pada mamalia dan ikan. Karotenoid adalah bentuk provitamin A yang terdapat dalam sayur-sayuran daun berwarna hijau tua dan beberapa buah-buahab berwarna, yang didalam didinding usus diubah menjadi vitamin A aktif. Karotenoid tidak toksis tetapi dapat mewarnai jaringan lemak dan menyebabkan kulit berwarna kekuning-kuningan apabila dikonsumsi dalam dosis yang sangat besar dan dalam jangka waktu yang lama.
3. Apakah kapsul vitamin A 200.000 SI berbahaya bagi anak umur 1 tahun yang menderita penyakit kuning (jaundice)?
Tidak. Kapsul vitamin A 200.000 SI tidak membahayakan anak umur 1 tahun yang menderita penyakit kuning. Penyakit kuning disebabkan karena kerusakan sel-sel darah merah dalam jumlah yang berlebihan, peradangan hati dan/atau penyumbatan dalam hati. Pada semua tipe penyakit kuning, pengobatan harus ditujukan kepada penyebabnya, bukan pada gejalanya. Suplementasi vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin A, dianjurkan.
4. Apa yang akan terjadi bila bayi umur 6 bulan mendapat vitamin A 200.000 SI ?
Bayi umur dibawah 6 yang mendapat dosis tunggal lebih dari 100.000 SI mungkin akan mengalami penonjolan ubun-ubun (bagian lunak pada kepala bayi). Tetapi keadaan ini hanya terjadi pada sebagian kecil bayi (<1%). Penonjolan ini akan membantu menghilangkan tekanan intrakranial yang hanya sedikit meningkat. Tanda-tanda ini hanya sementara dan hilang dalam waktu 2 hari. Jika anak mengkonsumsi vitamin A dosis lebih dari 200.000 SI, maka anak akan merasa agak mual, muntah atau sakit kepala. Hasil ini terjadi pada 5-20 % anak-anak yang mendapat 300.000 SI – 400.000 SI sekali minum. Dosis yang lebih besar dalam jangka waktu yang lebih sering dapat menimbulkan efek samping dan harus dihindari
5. Pemberian vitamin A dosis 50.000 IU kepada bayi umur 6 minggu katanya dapat menyebabkan kerusakan yang tidak dapat disembuhkan. Apakah betul ?
Pedoman WHO (“Field guide to the detection and control of Xerophthalmia, WHO, 1982”) menganjurkan agar anak-anak diberi vitamin A 50.000 IU pada saat lahir (atau 25.000 IU pada kunjungan EPI (kontak imunisasi), yaitu 4 kali dalam umur 6 bulan pertama) untuk mencegah kekurangan vitamin A dan meningkatkan cadangan vitamin A dalam hati.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian vitamin A 50.000 IU dosis tunggal kepada anak -anak di bawah umur 1 bulan tidak menunjukkan, bahwa efek samping. Khususnya, data yang diperoleh dari ribuan anak-anak di Nepal menunjukkan bahwa neonatus (umur < 1 bulan) tahan terhadap dosis tunggal 50.000 IU tanpa tanda-tanda terjadi efek kelebihan. Hanya sedikit sekali dari bayi-bayi usia 1-5 bulan yang mendapat dua kali jumlah ini (100.000 IU sebagai dosis tunggal) yang menunjukkan sedikit penonjolan ubun-ubun (+0.5 %) dan muntah-muntah (+2.0 %). Efek samping terjadi hanya untuk sementara.
6. Apakah bayi dapat mengalami kelebihan vitamin dari ASI, sekiranya ibunya mengkonsumsi terlalu banyak vitamin A ?
Tidak. Telah dibuktikan bahwa ibu menyusui serta bayinya akan memperoleh keuntungan jika ibu mendapat vitamin A oral 200.000 IU dosis tunggal segera setelah melahirkan (dalam waktu 1 bulan/masa nifas) Ini akan menjamin jumlah vitamin A yang cukup dalam ASI untuk membantu memenuhi kebutuhan anak. Jumlah vitamin A dalam ASI tidak akan mencapai kadar yang membahayakan bagi bayi, betapa banyakpun bayi itu disusui. Karena itu kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000) IU harus diberikan kepada ibu nifas.
Catatan
Meskipun konsumsi dan kadar serum vitamin A dari ibu cukup, konsentrasi vitamin A (retinol dan karoten) dalam ASI akan menurun setelah beberapa lama menyusui dan penurunan terbesar terjadi pada awal masa laktasi.
7. Jika ibu hamil mengkonsumsi terlalu banyak vitamin A, apakah ada resiko terhadap janinnya?
Ada kemungkinan terjadi resiko pada janin, bila si ibu mengkonsumsi vitamin A dalam jumlah yang berlebihan, terutama pada trimester pertama. Hasil percobaan binatang menunjukkan terjadi cacat bawaan, baik akibat hipovitaminosis maupun hipervitaminosis A selama kehamilan; tetapi pada manusia hasil tersebut secara statistik tidak bermakna.
Meskipun demikian, mengingat adanya data tentang akibat tersebut diatas, baik pada manusia maupun hewan, bagi wanita-wanita usia subur yang mungkin sedang hamil (misalnya bila telah lebih 6 bulan setelah kelahiran bayi terakhir), sebaiknya hanya mengkonsumsi vitamin A dengan kadar yang secukupnya saja.
8. Apakah vitamin A aman diberikan kepada wanita hamil?
Vitamin A dosis tinggi tidak dianjurkan untuk diberikan kepada wanita hamil. Untuk menjaga kesehatan dapat diberikan dosis kecil, yaitu yang tidak melebihi 10.000 IU per hari.
9. Bagaimana dengan wanita hamil yang menderita bercak Bitot atau gejala lain dari xeroftalmia?
Jika wanita hamil menderita rabun senja atau bercak Bitot, ia harus mendapat vitamin A oral 10.000 IU tiap hari paling sedikit selama 2 minggu.
Bila terjadi xeroftalmia dengan lesi kornea yang aktif pada wanita usia subur atau pada wanita yang mungkin sedang hamil, harus dipertimbangkan antara resiko yang mungkin terjadi pada bayi akibat vitamin A dosis tinggi, dan akibat serius kekurangan vitamin A pada ibu bila ibu tidak mendapat vitamin A dosis tinggi. Menurut WHO, UNICEF dan IVACG, adalah beralasan bahwa dalam keadaan seperti ini ibu segera diberi vitamin A 200.000 IU
10. Sebagai seorang dokter dan pengelola program vitamin A, apa yang harus diketahui tentang frekuensi suplementasi vitamin A/distribusi?
Setiap anak yang membutuhkan vitamin A harus mendapat vitamin A. Ini termasuk juga anak-anak dalam masa pertumbuhan yang seharusnya mendapat vitamin A setiap 6 bulan sekali. Perlu ditambahkan, ini juga termasuk anak-anak yang beresiko tinggi, misalnya terhadap diare yang kronis, campak dan lain-lain. Sebagai contoh, seorang anak yang menderita campak dan telah mendapatkan vitamin A dosis 200.000 IU bulan yang lalu harus mendapatkan tambahan 1 kapsul vitamin A 200.000 IU dan bila perlu diberikan 1 kapsul lagi hari berikutnya. Hal ini akan meningkatkan proses penyembuhan anak dan mencegah kekurangan vitamin A serta komplikasinya.
11. Kapan “hipervitaminosis” atau kelebihan vitamin A dapat terjadi ?
Hipervitaminosis akut
Jika anak umur 1-5 tahun menkonsumsi lebih dari 300.000 IU dosis tunggal, maka mungkin akan menderita mual, sakit kepala dan anoreksia
Hipervitaminosis kronis
Bayi dan anak usia muda dapat menderita hipervitaminosis kronis, jika mereka megkonsumsi lebih dari 25.000 IU tiap hari selama lebih dari 3 bulan baik yang berasal dari makanan maupun dari pemberian suplemen vitamin.
12. Bagaimana tanda-tanda atau gejala-gejala hipervitaminosis vitamin A?
Hipervitaminosis vitamin A
Suatu kondisi dimana kadar vitamin A dalam darah atau jaringan tubuh begitu tinggi sehingga menyebabkan timbulnya gejala-gejala yang tidak diinginkan
Hipervitaminosis akut
Disebabkan karena pemberian dosis tunggal vitamin A yang sangat besar, atau pemberian berulang dosis tunggal yang lebih kecil tetapi masih termasuk dosis besar karena dikonsumsi dalam periode 1-2 hari.
Hipervitaminosis A akut
Pada bayi dan anak-anak biasanya terjadi dalam waktu 24 jam. Pada beberapa anak, mengkonsumsi dosis 300.000 IU atau lebih dapat menyebabkan mual, muntah dan sakit kepala. Penonjolan ubun-ubun dapat terjadi pada bayi umur kurang dari 1 tahun yang mengkonsumsi dosis yang sangat besar. tetapi ini ringan dan akan hilang seketika dalam waktu 1-2 hari. Pengobatannya adalah menghentikan suplementasi vitamin A dan pengobatan simptomatis.
Hipervitaminosis kronis
Disebabkan karena mengkonsumsi dosis tinggi yang berulang-ulang dalam waktu beberapa bulan atau beberapa tahun. Keadaan ini biasanya hanya terjadi pada orang dewasa yang mengatur pengobatannya sendiri.
Hipervitaminosis A kronis
Pada anak-anak usia muda dan bayi biasanya menyebabkan anoreksia (tidak nafsu makan), kulit kering, gatal dan kemerahan, peningkatan tekanan intra-kranial, bibir pecah-pecah, tungkai dan lengan lemah dan membengkak. Pengobatannya adalah menghentikan suplementasi vitamin A dan pengobatan simptomatis. Disamping itu hendaknya terhadap kemungkinan penyakit lain yang dapat merupakan penyebabnya.
13. Jika seseorang mengkonsumsi vitamin A dosis tinggi yang melebihi 200.000 IU, apa yang terjadi pada vitamin A yang berlebih tersebut dalam tubuh?
Sebagian besar dari vitamin A yang berlebih tersebut dalam bentuk yang tidak berubah akan dikeluarkan melalui air seni dan tinja, selebihnya disimpan dalam hati.
Dalam kasus-kasus khusus (jarang terjadi), pemberian vitamin A jangka panjang akan menyebabkan simpanan dalam hati menjadi jenuh, kadar vitamin A dalam hati dan darah akan tetap tinggi sampai tubuh menggunakan kelebihan vitamin A tersebut.
14. Apakah akan terjadi kerusakan hati yang permanen akibat vitamin A dosis tinggi?
Dengan dosis yang sangat tinggi lebih dari berbulan-bulan atau bertahun-tahun, hati dapat membesar dan berlemak. Namun demikian, hati akan kembali normal, begitu suplementasi vitamin A yang berlebihan tersebut dihentikan.
15. Berapa banyak kapsul vitamin A 200.000 IU yang ditelan sekaligus, yang dianggap toksis untuk anak umur 1 tahun yang “intake” vitamin A-nya cukup; dan untuk yang kekurangan vitamin A?
Anak umur 1 tahun tidak diberi dalam bentuk kapsul, kapsul harus dipotong dan dipencet hingga semua isinya masuk dalam mulut anak. Dengan demikian untuk menelan beberapa kapsul sekaligus tampaknya tidak akan terjadi. Pemberian isi dua kapsul sekaligus dapat menyebabkan efek samping. Efek samping ini tidak serius dan hanya bersifat sementara, baik pada anak yang kekurangan vitamin A maupun yang tidak. Namun demikan harus diusahakan agar tidak sampai memberikan 2 kapsul sekaligus.
16. Bagaimana jika umur 1 tahun menerima 2 kapsul vitamin A 200.000 IU dalam satu bulan atau dalam 24 jam?
Anak tidak akan menderita efek samping jika mendapat 2 kapsul dalam satu bulan (lihat no. 15 diatas). Anak-anak dengan xeroftalmia perlu 1 kapsul pada hari pertama dan 1 kapsul lagi pada hari kedua, dan 4 minggu kemudian 1 kapsul lagi. Anak-anak dengan campak perlu segera diberikan 1 kapsul 200.000 IU.
Jika anak mendapat 2 dosis dari 200.000 IU dalam 24 jam, anak mungkin menderita pusing, mual dan muntah. Tetapi ini akan hilang dalam 1 sampai 2 hari.
17. Bagaimana bila anak umur satu tahun menelan 10 kapsul sekaligus ?
Vitamin A 2.000.000 IU merupakan penyebab hipervitaminosis akut dan akan menyebabkan sakit kepala, pusing, mual, muntah dan anoreksia (tidak nafsu makan) yang berat. Hal ini tampaknya dalam prakteknya (pelaksanaannya) tidak akan terjadi. Ingat, kebanyakan anak umur ini tidak mengkonsumsi dalam bentuk kapsul; dan keluarga juga tidak menyimpan/mempunyai persediaan kapsul dalam jumlah besar yang mungkin dapat diambil anak
18. Berapa lama tanda-tanda atau gejala-gejala ini akan hilang setelah konsumsi vitamin A diberhentikan ?
Akut: Gejala-gejala biasanya sementara dan akan hilang dalam waktu 2 hari
Kronis: Masalah yang tampak sebagian besar akan hilang dalam waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan
19. Saya seorang perawat, kalau saya menemui kasus dengan gejala kemungkinan (dugaan) hipervitaminosis vitamin A, bagaimana saya mengatasinya ?
Kemungkinan beasr anda tidak akan melihat kasus kelebihan dosis vitamin A. Akan tetapi kalau anda menemui kasus ini, hentikan saja pemberian vitamin A. Gejala-gejala hipervitaminosis vitamin A akan hilang dengan sendirinya dalam waktu 1-4 hari. Jika fasilitas memungkinkan, sebaiknya dirujuk ke Puskesmas dan dilaporkan.
20. Apakah ada resiko keracunan akibat vitamin A yang telah kadaluarsa dan apakah ada resiko pada anak jika mengkonsumsi vitamin A yang telah kadaluarsa ?
Tanda kadaluarsa produk khusus dari vitamin A yang tercantum pada kemasan menentukan akhir masa simpan dari produk tersebut (“shelf life”). Masa simpan suatu produk menyangkut periode yang telah ditentukan, dalam kondisi penyimpanan yang baik, 90 % dari potensi vitamin A yang ditetapkan masih dapat dijamin.
Idealnya kapsul vitamin A disimpan dalam suhu rendah, misalnya <15°C atau <59°F, dalam wadah yang efektif dapat mencegah terkena sinar matahari (berwarna gelap), oksigen, kelembaban, bahan-bahan oksidasi dan logam-logam.
Kapsul yang telah kadaluarsa tidak membahayakan. Akan tetapi, vitamin dalam kapsul tersebut mungkin telah berkurang dibawah nilai yang telah ditetapkan, yaitu 90%, tergantung cara penyimpanannya, sehingga tidak lagi efektif seperti yang diharapkan.
Kapsul vitamin A yang telah disimpan lebih dari 2,5 tahun pada suhu 23°C (73,4°F) dalam wadah berwarna gelap yang tertutup masih mengandung > 90% potensi semula. Pada suhu yang lebih tinggi potensi kapsul akan lebih banyak berkurang. Tak ada resiko bila mengkonsumsi kapsul yang telah lama. Akan tetapi dengan berlalunya waktu, kadar vitamin A akan makin berkurang, sehingga menjadi kurang efektif.
21. Bagaimana kita dapat menentukan kapan botol yang berisi kapsul yang telah kadaluarsa harus dibuang?
Jika dijumpai perubahan fisik pada kapsul vitamin A seperti berjamur, lembik atau saling melengket dan sulit dipisahkan satu sama lain, walaupun belum kadaluarsa sebaiknya tidak digunakan.
Jika anda mempunyai suplai kapsul vitamin A dalam botol dengan jumlah yang besar, yang sudah 1 atau 2 tahun lebih dari tanggal kadaluarsa, sebaiknya dilakukan pemeriksaan laboratorium tentang kadar retinolnya. Ini dibenarkan jika menyangkut jumlah kapsul yang besar karena biaya analisa untuk satu kapsul sama mahalnya dengan harga 3000 kapsul. Karena itu keputusan untuk melakukan analisa potensi hanya dapat dilakukan ditingkat kabupaten/propinsi/pusat.
Akan tetapi, jika tidak dilakukan pemeriksaan kadar vitamin A, maka kapsul yang dibagikan tersebut potensinya mungkin telah berkurang meskipun masih efektif untuk mencegah xeroftalmia (walaupun untuk jangka waktu yang lebih pendek)
22. Apakah pernah terjadi kematian yang secara ilmiah ternyata disebabkan karena terlalu banyak vitamin A?
Belum pernah dilaporkan terdapatnya kasus kematian akibat keracunan vitamin A pada manusia. Perlu diingat bahwa kekurangan vitamin A justru merupakan faktor besar dalam kematian anak, yang dapat dengan mudah diatasi dengan pemberian satu kapsul vitamin A dosis tinggi tiap 6 bulan sekali pada anak usia 1 - 5 tahun


Selasa, 07 Januari 2014

Miopia atau rabun jauh

ABSTRAK 



Latar belakang: Miopia atau rabun jauh dapat disebabkan oleh pelbagai faktor 

antaranya faktor kebiasaan. Miopia merupakan kelainan refraksi pada mata yang 

dijangkakan paling umum dideritai oleh golongan usia muda termasuk siswa/i dan 

mahasiswa/i karena pada usia persekolahan seseorang itu lebih cenderung untuk 

melakukan pekerjaan dekat dengan lebih kerap. 



Tujuan: Mengetahui bagaimana hubungan antara kebiasaan semasa melihat dengan 

miopia pada mahasiswa FK USU angkatan 2007-2009. 



Metode: Penelitian ini menggunaan teknik Proporsive Sampling dimana populasi 

sampel diambil dari populasi sampel yang sebelumnya sudah diketahui ciri atau sifat-

sifatnya. Ciri yang dimaksudkan itu adalah kelompok mahasiswa yang miopia dan 

tidak miopia. Hasil pengiraan untuk menentukan jumlah responden minimal yang 

diperlukan dengan tingkat kepercayaan 90% digenapkan sebanyak 96 (7,12 %) orang 

mahasiswa dijadikan responden dalam penelitian ini. 



Hasil: Responden terdiri dari 42,7 % laki-laki dan 57,3 % responden perempuan. 

Miopia lebih sering dijumpai pada jenis kelamin perempuan (52,7% dari keseluruhan 

responden perempuan) berbanding responden laki-laki (46,3 % dari keseluruhan 

responden laki-laki). Responden miopia yang mempunyai tingkat keparahan miopia 

ringan mempunyai persentase tertinggi yaitu 72,9 % (35 dari 48 responden miopia). 

Juga didapatkan kejadian pertama terjadinya miopia pada usia antara 5-20 tahun 

mempunyai persentase tertinggi yaitu 93,7 % dan didapatkan riwayat terjadinya 

peningkatan keparahan miopia secara perlahan mempunyai persentase tertinggi yaitu 

81,2 % di kalangan responden miopia. 



Kesimpulan: Berdasarkan Fisher’s Exact Test dengan menggunakan nilai 

pembatasan (a = 0,10), hasil penelitian ini menunjukkan tiada terdapat 

pengaruh yang signifikan pada kebiasaan semasa melihat dengan miopia pada 

mahasiswa FK USU angkatan 2007-2009. 



Saran: Peneliti lain diharap dapat meneruskan penelitian ini dengan menambah 

jumlah sampel meliputi anak di bawah usia persekolahan, anak dalam usia 

persekolahan, golongan usia diatas 40 dan 60 tahun. Peneliti lain juga dapat 

menambah variabel-variabel lain seperti faktor genetik, penyakit, penggunaan obat, 

dan sebagainya. 



 



Kata kunci: Faktor kebiasaan, miopia, mahasiswa/i FK USU tahun angkatan 2007-

2009 



 



 



 



 



 



 

ABSTRACT 





Background: Myopia or nearsightedness may be caused by various factors including 

habit factor. Myopia is a refractive disorder of the eye are most common founds in 

younger age groups, including students and the university students because at the age 

of schooling a person is more likely to do close work with more often. 



Objective: To know how the relationship between habits during seeing something 

with myopia among FK USU university students class year 2007-2009. 



Methods: This technique uses proporsive sampling where the sample population was 

taken from the sample population who had previously been known characteristics or 

properties. Traits that are intended student group that myopia and non myopia. The 

result of calculation to determine the required minimum number of respondents with 

90% confidence interval fulfilled as much as 96 (7.12%) respondents in this study. 



Results: The respondents consist of 42.7% men and 57.3% female respondents. 

Myopia is more often found in the female sex (52.7% of the total female respondents) 

compared to male respondents (46.3% of total male respondents). Respondents who have 

myopia severity of mild myopia have the highest percentage, 72.9% (35 of 48 myopic 

respondents). Also obtained the first occurrence of myopia at the age between 5-20 

years had the highest percentage, 93.7% and obtained a history of gradually 

increasing severity of myopia has the highest percentage, 81.2% among respondents 

myopia. 



Conclusion: Based on Fisher's Exact Test using restriction value (a = 0.10), the 

results of this study indicate there is no relationship between habits during seeing 

something with myopia among FK USU university students class year 2007-2009. 



Recommendation: Other researchers are encouraged to continue this research by 

increasing the number of samples included children under the age of schooling, 

children in school age, the age group above 40 and 60 years. Other researchers can 

also add other variables such as genetic factors, diseases, medications, and so forth. 



 

Keywords: Factor habits, myopia, FK USU university student class years 2007-2009 



 



 



 



 



 



 


untuk informasi lebih lengkap silahkan...
 

download disini